MAJELIS HAKIM DAMAIKAN PERKARA GUGATAN HIBAH
Majelis Hakim Pengadilan Agama Tanjungkarang Kelas IA dengan Ketua Majelis Drs. H. Asrori, S.H.,M.H dan Anggota Dra. Rabiah Adawiyah N, S.H.,M.H dan Drs. H. Ihsan, M.H serta Panitera Pengganti Zulhaida, S.H.,M.H telah berhasil mendamaikan perkara Gugatan Hibah dengan Nomor : 1553/Pdt.G/2020/PA.Tnk dan para pihak yang berperkara telah membuat suatu kesepakatan bersama secara kekeluargaan dalam hal penyelesaiian masalah tersebut, bertempat diruang sidang Pengadilan Agama Tanjungkarang Kelas IA,Selasa 17 November 2020.
Hibah dalam bahasa Belanda adalah schenking, sebagimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Bab X buku ke - III tentang Perikatan dalam Pasal 1666 merupakan Sesuatu persetujuan dengan mana si penghibah diwaktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan tanpa dapat menariknya kembali, menyerahkan sesuatu guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu. Undang-undang tidak mengakui lain-lain hibah selain hibah-hibah di antara orang-orang yang masih hidup, diketahui unsur-unsur hibah ,antara lain:1. Hibah merupakan perjanjian sepihak dilakukan dengan cuma-cuma, 2. Penghibahan harus dilakukan pada waktu penghibah masih hidup, 3.Dalam hibah disyartkan bahwa penghibah mempunyai maksud untuk menguntungkan pihak yang diberi hibah, 4. Hibah tidak dapat ditarik kembali, 5. Objek perjanjian hibah segala macam harta benda milik penghibah, 6. Hibah harus dilakukan dengan akta notaris Adapun syarat dan tata cara hibah berdasarkan Kitab Undang–Undang Hukum Perdata (KUHPer. Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan hukum untuk dimiliki. Adapun suatu hibah yang harus dipenuhi sesuai rukun hibah, sebagai berikut:
1. Al-Wahib (Adanya pemberi hibah) Pemilik sah barang yang dihibahkan. Dalam Komplikasi Hukum Islam (KHI) Pasal 210 ayat 1, pemberi hibah adalah orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun,berakal sehat dan tanpaadanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 hartanya sekalipun, 2. Al-Mauhublahu (Adanya penerima hibah) Orang yang diberi hibah, disyaratkan bagi penerima hibah yang ada pada waktu hibah dilakukan.3. Al-Mawhub (barang yang dihibahkan) Dapat terdiri atas segala macam barang, baik yang bergerak atau tidak bergerak. Barang atau harta yang dihibahkan hendaklah yang halal dan bermanfaat bagi penggunanya. Syaratnya sebagai berikut : a) Milik sempurna wahib b) Sudah ada ketika akad hibah dilakukan c) Memiliki nilai atau harga d) Berupa barang yang boleh dimiliki menurut agama e) Telah dipisahkan dari harta milik penghibah f) Dapat dipindahkan status kepemilikinnya dari tangan pemberi hibah kepada penerima hibah.Dalam pemberian hibah Hukum Perdata tidak ada batasan maksimal dalam pemberian hibah, sedangkan dalam Komplikasi Hukum Islam penghibahan dibatasi dalam jumlahnya sebanyak-banyaknya 1/3 harta benda. Serah terima dalam hukum perdata harus ada akta sebagai bukti autentik apabila terjadi suatu peristiwa persengketaan Hibah memiliki fungsi sosial dalam masyarakat yang dapat diberikan kepada siapa saja, sehingga hibah dianggap sebagai solusi dalam pembagian warisan kepada keluarganya. Tetapi kenyataannya hibah bukan solusi yang tepat dalam hal pewarisan tanah, karena bisa jadi menimbulkan masalah baru misalnya penarikan kembali hibah atau pembatalan hibah 14 yang masih terjadi dikalangan masyarakat.
Bagi para Majelis Hakim dan Panitera Pengganti mendamaikan para pihak yang berperkara dan bersengketa merupakan suatu point yang utama dan menjadi suatu kebanggaan bagi Pengadilan Agama Tanjungkarang Kelas IA hal ini merupakan pencapaian hasil yang maksimal dalam menjalankan tugas dan fungsi pokok dalam melayani para pencari keadilan.